fbpx

Wakafmulia.org

Al-Auqāf al-Nabawiyyah: Wakafnya Nabi Muhammad ﷺ

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

“Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.” (al-Aḥzāb: 21)

Allah ﷻ mengutus Rasulullah ﷺ sebagai rahmatan lil ʻālamīn, rahmat bagi semesta. Beliau pun datang dengan membawa wahyu-Nya. Ia berisi ajaran yang membawa solusi untuk segala aspek kehidupan. Problem ruhani, lingkungan hidup, politik, sosial, bahkan rumah tangga, semuanya dibabat habis ajaran yang lengkap ini. Permasalahan ekonomi pun juga tak ketinggalan. Berbagai syariat datang untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Ada syariat pembagian warisan, sedekah, infak, zakat, dan juga wakaf.

Wakaf adalah ketika seseorang menyerahkan hartanya kepada Allah, sehingga ia menjadi tak boleh dijual, diwariskan, juga dihibahkan. Kemudian manfaat dari harta tadi disalurkan kepada penerimanya yang sudah ditentukan (mauqūf ʻalaih). Entah berupa pemberian dari hasil keproduktifan harta wakaf tadi maupun manfaat penggunaan harta wakafnya.

Seperti yang dikandung ayat pada awal tadi, Rasulullah ﷺ lah yang paling terdepan menjadi uswah dalam amal perwakafan ini. Wakafnya yang bermacam-macam tersebar di Madinah dan sekitarnya. Semuanya menjadi sumber manfaat bagi umat Islam secara umum, juga keluarganya secara khusus.

Yang paling terkenal dari wakaf-wakaf beliau tentu saja adalah Masjid Nabawi. Masjid tersuci kedua bagi umat Islam ini beliau bangun di atas sebidang lahan penjemuran kurma milik yatim bersaudara, Sahl dan Suhail. Itu adalah tanah yang dipilih oleh unta Nabi ﷺ ketika pertama kali sampai ke Madinah. “Khallū sabīlahā, fainnahā maʻmūrah. Biarkan ia jalan, karena ia telah diberi perintah.” Kata Nabi ﷺ pada setiap pemuka Anṣār yang berebut menuntun tali kekang untanya untuk dijamu ke rumahnya.

Setelah Rasul ﷺ membeli tanah tadi dari pemiliknya, proyek pembangunan masjid pun dilaksanakan. Walau hanya sederhana, tapi masjid ini menjadi tonggak dan pusat kegiatan daulah nabawiyyah (negara Nabi ﷺ) yang baru berdiri. Sholat jamaah, pusat pendidikan, peradilan, kunjungan diplomatik, bahkan mengikat sandera pun dilakukan di Nabawi. Selain itu, di bagian belakang masjid itu ada ṣuffah (teduhan) yang dijadikan tempat tinggal bagi para sahabat yang tak berpunya. Setelah Nabi ﷺ, Masjid Nabawi terus memiliki tempat yang istimewa bagi umat Islam. Bahkan, bisa dibilang, harta wakaf beliau yang satu ini akan lanjut abadi hingga akhir hayat Islam di muka bumi.

Gambar: Ilustrasi Masjid Nabawi pada saat pertama kali dibangun.

Berbicara soal masjid yang masih bertahan sampai sekarang, Rasul ﷺ juga membangun masjid di Qubāʻ ketika singgah di sana sebelum masuk Madinah. Masjid Qubāʻ pun dinobatkan sebagai masjid pertama umat Muhammad ﷺ.

Selain wakaf mubāsyir (manfaatnya langsung dirasa), Rasul ﷺ juga banyak mewakafkan aset-aset wakaf produktif (istiṡmārī). Seperti tujuh kebun peninggalan Mukhairiq, tanah-tanah peninggalan Bani Naḍīr, beberapa benteng di Khaibar, setengah  tanah Fadak, sepertiga tanah Wādi al-Qurā, dan sebuah tempat di pasar di Madinah yang disebut Mahzūz. Penghasilan dari harta-harta wakaf tadi sebagian masuk ke nafkah ahlulbait beliau, dan sebagian lainnya untuk kemaslahatan kaum muslimin. Menjadi sumber kemanfaatan yang terus mengalir selama ia masih ada. Meski sayangnya, harta-harta wakaf produktif tadi sudah tidak diketahui lagi ke mana secara persis.

Setelah melihat dan mendengar teladan Nabi ﷺ di atas, para sahabat pun berlomba-lomba untuk melakukan hal yang sama. Diikuti para tabiin, lalu tābiʻ al-tābiʻīn, dan seterusnya, hingga terbangun peradaban yang gemilang di setiap lininya. Yang terbangun dari kesejahteraan umum, yang bersumber dari kucuran deras hasil dana wakaf.

Uswah hasanah. Wakaf adalah teladan yang Rasul ﷺ bagi kita, agar sejahtera di dunia dan selamat di akhirat. 

Penulis: Muhamad Syauqi Syahid, Mahasiswa Sejarah dan Peradaban Universitas al-Azhar Kairo