Kebutuhan ekonomi adalah roda gigi penggerak terbesar setiap masyarakat. Sebab, setiap orang punya kebutuhannya masing-masing. Namun, tak semua orang bisa atau punya waktu untuk memproduksi barang yang ia butuhkan itu. Konsep perdagangan pun ada untuk menjembatani antar individu untuk saling melengkapi kebutuhan mereka. Pusat perdagangan itu biasanya terjadi di pasar. Nah, tapi bagaimana jika pasar yang ada dikuasai oleh kelompok yang berseberangan dengan kita?
Saat awal Rasulullah ﷺ sampai di Madinah, selain bangsa Arab, kota itu juga ditinggali orang-orang Yahudi. Mereka cenderung lebih kaya dan menguasai ekonomi kota. Mereka juga punya pengaruh besar di pasar-pasar Madinah. Praktik-praktik ekonomi di sana pun lebih terwarnai dengan kebiasaan-adat mereka, yang banyak berlainan dengan nilai-nilai Islam. Hal itu menyesakkan gerak langkah keuangan kaum muslimin.
Rasulullah ﷺ bukan hanya pemimpin urusan akhirat, tapi juga urusan dunia. Beliau pun mengambil keputusan bahwa kaum muslimin harus punya pasar sendiri, sehingga mereka merdeka secara ekonomi. Ia pun berkeliling Madinah, mencari tempat yang cocok.
Sampai ia menemukan tempat itu. Nabi ﷺ menghentakkan kakinya, “Ini pasar kalian. Tidak ada yang boleh ditekan, tidak ada yang dipajaki.”
Begitulah Nabi ﷺ mewakafkan tanah itu untuk dijadikan pasar kaum muslimin, tidak diwariskan, tidak dihibah, dan tidak diperjualbelikan. Perekonomian umat pun mulai dapat terbangun dengan lebih bebas sejak saat itu.
Mungkin ini bisa menjadi contoh bagi kita semua. Bagaimana caranya meningkatkan taraf keuangan umat dan bangsa dengan memanfaatkan syariat wakaf yang sangat fleksibel. Semuanya bisa diwakafkan, semuanya dapat dijadikan penerima manfaat wakaf (mauqūf alaih). Menjadikan solusi sapu jagat ekonomi ini dapat diterapkan sesuai keadaan, kapanpun, di manapun.
Yuk, dukung program Wakaf Mulia dengan berwakaf di https://www.wakafmulia.org/program/
Penulis: Muhamad Syauqi Syahid, Mahasiswa Sejarah Universitas Al-Azhar Kairo