Wakafmulia.org

Umar bin Khattab Berwakaf Karena Telat Sholat

Yang namanya manusia, pasti ada saja waktunya salah. Entah karena lupa atau memang lalai. Juga sudah biasa kita menetapkan hukuman bagi diri kita di setiap salah itu. Agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama seterusnya. Bisa dengan berinfak, salat sunah ini, amalan ini, ibadah itu. Namun, apakah pernah kita mendisiplinkan diri kita dengan wakaf?

Suatu kali, Sahabat ‘Umar bin al-Khaṭṭāb raḍiyallāhuʻanhu sedang merawat kebunnya. Ia cek sana-sini apa ada tumbuhan yang harus diberi perhatian lebih. Sesekali asyik mengagumi kesuburan kebunnya itu. Pohon-pohon kurma yang rapi berjajar itu memang sumber nafkahnya setelah hijrah ke Madinah.

Cukup lama ia berada di kebunnya, ia pun pulang ke rumah. Namun, di jalan, ia tersentak. Orang-orang sudah selesai salat jamaah asar. Ia tertinggal. Sayidina ʻUmar pun menyesal telah terlalu asyik bermesraan dengan kebunnya, hingga terlewat melaksanakan sunah yang pahalanya tinggi berpuluh derajat. Ia ingin mengobati penyesalannya, menambali potensi amal yang terlewat. “Aku hanya pergi mengecek kebunku, lalu Aku pulang,“ ʻUmar menjelaskan. “Namun, ternyata orang-orang sudah selesai salat.”

“Kebunku itu,” lanjut ‘Umar mendeklarasikan. “Menjadi sedekah (wakaf) untuk orang-orang miskin!”

Begitulah secara singkat Sayidina ‘Umar berurusan dengan kesalahannya. Walaupun mungkin bagi kita itu bahkan tidak sampai ke tahap kesalahan, “hanya” tertinggal salat jamaah, tetapi bagi beliau itu membawa penyesalan yang mendalam. Beliau selalu ingat dan mengamalkan ajaran kekasihnya, Rasulullah ﷺ,

“Wa atbi’ al-sayyi’ah al-hasanah, tamḥuhā. Dan Ikutilah perbuatan buruk dengan kebaikan, itu akan menghapusnya!”

Itulah bedanya generasi salaf dengan kita. Mungkin mereka juga bersalah, tapi tingkat kesalahan dan cara mereka menghadapinya sangat jauh di atas kita.

Itu jugalah yang bisa kita teladani. Setiap besar-kecil kesalahan yang kita lakukan, kita disiplinkan diri kita dengan amalan apapun. Lebih baik lagi jika itu adalah amalan yang jāriyah (tak putus-putus), seperti wakaf. Tidak harus langsung sebesar wakafnya Sayidina ʻUmar, bisa dengan uang bernominal mini dulu. Mudah-mudahan Allāh al-Gafūr mengampuni kesalahan itu. Diri jadi lebih baik, pahala pun mengalir sampai nanti.

Yuk, dukung program Wakaf Mulia dengan berwakaf! Klik https://www.wakafmulia.org/program/

Penulis: Muhamad Syauqi Syahid, Mahasiswa Sejarah Universitas al-Azhar Kairo

Sumber & Referensi:

Manāqib ʻUmar ibn al-Khaṭṭāb, Ibn al-Jauzī

Niẓām al-Waqf fī al-Islām, ʻAlī M. al-Zahrānī